Kamis, 10 Desember 2020

GILA VIRAL

Hamidin Krazan

Sharing ilmu tentang Media Massa Dulu dan Terkini bersama pemateri dari Majlis Pustaka PDM Bamyumas, juga Rektor IT Telkom Purwokerto, Dr. Ali Rokhman, M.Si dan  sharing ilmu Radio, Televisi dan Vidio/Film (RTV) bersama Mas Ria Sakti Unggul dari Banyumas tv (BMStv).

Radio salah satu media komunikasi yang sudah ditinggalkan banyak orang, namun keberadaannya masih dibutuhkan, kata mantan penyiar tahun 90-an juga salah seorang yang membidani lahirnya Banyumas_Tv. Dalam berbagi ilmu tentang RTV, Mas Unggul mengawali dengan hal mendasar mengenai fungsi media secara umum di hadapan Tim Media Informasi & Teknologi Ponpes Modern Zamzam, pada Sabtu (05/Des/2020) di Pondok putra Cilongok, Banyumas. 

Materi ini mengingatkan saya pada mata kuliah Ilmu Jurnalistik Dasar di masa kuliah jaman Orba. Satu hal yang menarik, jaman Orba hanya wartawanlah yang punya (tugas/lisensi ) mengolah hingga menyiarkan berita. Persyaratan berita pun ketat dengan aturannya. 

Nah, sekarang? Zaman berubah seiring canggihnya teknologi komunikasi dengan  lahirnya produk seperti smartphone. Kalau dulu ada pomeo 'bisa karena biasa' sekarang jadi 'bisa karena ada.  Semua orang yang punya alat komunikasi canggih niscaya bisa melakukan banyak hal, termasuk mengunggah "berita" di media sosial. Berita dalam tanda kutip, maksudnya  konten seolah seperti berita, tetapi sebenarnya belum memenuhi persyaratan yang seharusnya. Isi laporan bersifat parsial yang belum memenuhi unsur berita tetapi dibagikan melalui wadah berita. Seperti, ketika seorang tengah melitas di jalan alternatif dari Patikraja ke Kota Banyumas lama, di tengah perjalanan air sungai Serayu meluap sampai menyebrang jalan lantas dengan hape androidnya ia merekam kondisi jalan yang sudah terimbas banjir. Konten rekaman kejadian itu fakta yang memang jadi materi berita, tetapi  karena asal share ke publik tanpa memenuhi unsur sebuah berita, sehingga hal itu berpotensi meresahkan, karena tidak melengkapinya dengan penjelasan kapan, dimana dan bagaimananya. Termasuk ketika air sungai Serayu meluap tampak ada sesuatu benda besar warna hitam hanyut di sekitar Bendung Gerak Serayu, lantas si perekam situasi itu dengan entengnya menyebutkan, 'Lur, tanggul bendungane njebol kegawabanjir,'" (Saudara, tanggul bendungan jebol terbawa arus). 

Coba pikir, betapa ucapan ngawur tanpa cek dan recek itu dengan mudahnya beredar di medsos. Di kemudian hari diketahui bahwa benda persegi besar yang mengapung itu bukan bongkahan tanggul, tetapi material cetakan untuk membuat dermaga pinggir sungai yang tengah si bangun lalu karena pertimbangan keselamatan umum lantas sengaja dibiarkan terbawa arus besar. 

Hal itu tidak akan dilakukan jika pengunggah adalah seorang jurnalis. Artinya? Sekarang semua orang bisa membagikan kabar tetapi ia tidak peduli dengan unsur dan dampak pekabaran. Bahkan, tidak sedikit orang yang bangga dengan segala hal unggahan kejadian alih-alih Asal Dirinya Bisa Tenar dengan langkah instan, alias GILA VIRAL. (Catatan,  05122020)